Sering Marah Berlebihan ke Anak 01

Sering Marah Berlebihan ke Anak? Bisa Jadi Itu Suara Inner Child Kita

Pernahkah Momim&Dadin merasa reaksi marah pada anak terasa berlebihan? Misalnya, anak cuma menumpahkan susu, tapi kita langsung berteriak keras. Atau sebaliknya, takut menegur anak padahal ia jelas melakukan kesalahan. Ternyata, reaksi emosional kita sering kali bukan hanya tentang situasi saat ini, tapi juga tentang “inner child” atau anak dalam diri kita.

Apa Itu Inner Child dan Bagaimana Pengaruhnya?

Inner child adalah bagian dari kepribadian kita yang menyimpan memori, emosi, dan pengalaman masa kecil. Menurut penelitian Greene et al. (2020), trauma masa kecil dapat mengurangi kemampuan orang tua dalam memberi afeksi positif dan respon yang hangat pada anak.

Ketika menghadapi anak, inner child kita bisa “terbangun” dan bereaksi berdasarkan pengalaman masa lalu. Inilah mengapa kadang respons kita terasa tidak proporsional dengan situasi yang terjadi.

Sering Marah Berlebihan ke Anak 02

Pola yang Sering Terulang: Dari Anak Menjadi Orang Tua

Berikut beberapa contoh pola yang mungkin familiar bagi Momim dan Dadin:

  • Pola “Dimarahi → Jadi Pemarah”: Jika dulu sering dibentak saat berbuat salah, kita mungkin otomatis membentak anak ketika ia melakukan kesalahan serupa.
  • Pola “Dikritik → Jadi Perfeksionis”: Pengalaman sering dikritik bisa membuat kita terlalu menuntut kesempurnaan pada anak.
  • Pola “Diabaikan → Jadi Overprotective”: Merasa kurang perhatian dulu bisa membuat kita berlebihan dalam melindungi anak.
  • Pola “Takut Mengecewakan → Sulit Menegur”: Trauma dimarahi berlebihan bisa membuat kita takut menegur anak, bahkan saat perlu.

Reparenting Diri Sendiri 03

Langkah Praktis Mengatasi Reaksi Berlebihan

  1. Pause and Reflection
    Saat merasa emosi naik, tarik napas dalam dan tanya pada diri sendiri: “Apakah reaksi saya sesuai dengan situasi saat ini, atau ada trigger dari masa lalu?”
  2. Identifikasi Trigger
    Catat situasi apa yang membuat Momim atau Dadin bereaksi berlebihan. Misalnya, anak berantakan, tidak mendengar, atau menangis keras.
  3. Validasi Inner Child
    Akui bahwa pengalaman masa kecil kita valid, tapi kita tidak perlu mengulangi pola yang sama pada anak.
  4. Buat Rencana Respons Alternatif
    Siapkan cara merespons yang lebih tepat. Misalnya, alih-alih langsung marah saat anak berantakan, coba katakan: “Momim lihat mainannya berantakan. Yuk, kita bereskan sama-sama!”

Sering Marah Berlebihan ke Anak 04

Ingat, Healing adalah Proses

Momim&Dadin, menyembuhkan luka inner child bukanlah proses instan. Butuh kesabaran dan latihan konsisten. Yang penting, kita mulai sadar bahwa reaksi berlebihan pada anak sering kali lebih tentang diri kita daripada tentang mereka.

Dengan kesadaran ini, kita bisa memutus rantai trauma dan memberikan pengalaman yang lebih positif bagi anak-anak kita.


Artikel Terkait:

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *