Pernahkah Momim atau Dadin merasa seperti berbicara dengan tembok saat berkomunikasi dengan pasangan? Jangan khawatir, Momim&Dadin tidak sendirian. Penelitian menunjukkan bahwa 67% pasangan mengalami kesulitan komunikasi yang dapat berdampak pada kepuasan pernikahan.
Mengapa Komunikasi dengan Pasangan Terasa Sulit?
Bayangkan saat Dadin pulang kerja dengan wajah lelah, lalu bercerita tentang masalahnya. Momim langsung memberikan solusi, tapi Dadin malah terlihat kesal. Kenapa, ya?
Ternyata, setiap orang memiliki gaya komunikasi yang berbeda. Beberapa orang ingin didengar dan dipahami, sementara yang lain lebih suka langsung mendapat solusi. Perbedaan ini sering menjadi akar masalah dalam komunikasi suami istri.

Perbedaan Gaya Komunikasi yang Perlu Dipahami
Berdasarkan pengalaman dan penelitian psikologi, ada beberapa pola komunikasi yang berbeda:
- Ekspresif vs Analitis: Ada yang butuh meluapkan emosi dulu, ada yang langsung fokus mencari solusi.
- Detail vs Ringkas: Momim mungkin suka bercerita panjang, Dadin lebih suka poin utamanya saja.
- Emosional vs Rasional: Cara mengungkapkan perasaan juga berbeda-beda.
Kekuatan Mendengar untuk Memahami
Ingat perasaan hangat saat seseorang benar-benar mendengarkan cerita kita? Itulah yang pasangan Momim&Dadin butuhkan. Ketika kita mendengar untuk memahami, bukan untuk membalas atau memberi solusi, kita menciptakan ruang aman bagi pasangan.
Studi dari Journal of Marriage and Family menunjukkan bahwa pasangan yang praktik “active listening” memiliki tingkat kepuasan pernikahan 40% lebih tinggi.

Langkah Praktis Menciptakan Obrolan yang Aman
Berikut tips sederhana yang bisa Momim&Dadin coba:
- Simak: Bukan hanya sekedar mendengarkan tapi juga memerhatikan dengan fokus, tidak sambil mengerjakan kegiatan lain.
- Pause sebelum merespons: Tarik napas, pastikan kita paham maksud pasangan.
- Gunakan kalimat “Aku mendengar bahwa…”: Ini menunjukkan kita benar-benar memperhatikan.
- Tanyakan: “Kamu butuh solusi atau butuh didengar?” Simpel tapi ampuh!
- Hindari kata “tapi”: Ganti dengan “dan” agar tidak terkesan membantah.
- Pilih waktu yang tepat: Jangan memaksakan diskusi saat salah satu sedang lelah.
Mengubah Perdebatan Jadi Percakapan
Komunikasi yang sehat bukan tentang siapa yang menang. Saat Momim&Dadin mulai fokus pada pemahaman mutual daripada pembuktian diri, obrolan akan terasa lebih ringan dan produktif.
Ingat, membangun komunikasi yang baik adalah proses. Seperti belajar menari bersama, butuh waktu agar Momim&Dadin bisa seirama. Yang penting, terus berlatih dengan penuh kesabaran dan kasih sayang.



