
Mengapa Self-Acceptance Penting dalam Parenting?
Penelitian dari Journal of Child and Family Studies menunjukkan bahwa orangtua dengan tingkat Self Acceptance yang tinggi cenderung lebih sabar dan responsif terhadap kebutuhan anak. Ketika kita menerima diri apa adanya, kita menciptakan ruang emosional yang lebih luas untuk menghadapi tantangan parenting.
Sebaliknya, ketidakmampuan menerima diri bisa bersumber dari luka emosi yang belum diproses. Semakin lama luka menetap, semakin sulit pula orangtua untuk bisa merasa terhubung dengan anak dan mudah bereaksi berlebihan terhadap perilakunya yang tidak sesuai dengan ekspektasi kita. Misalnya, jika Momim dulu sering dikritik karena “tidak rapi,” mungkin akan sangat kesal melihat mainan berserakan. Padahal, itu hal normal untuk anak-anak.
Dampak Luka Emosi yang Belum Sembuh
Ketika kita belum menerima diri sepenuhnya, beberapa pola ini sering muncul:
- Mudah bereaksi emosional – Anak menumpahkan minuman langsung marah besar.
- Perfectionism pada anak – Menuntut anak selalu rapi, pintar, atau “baik”.
- Mom/Dad guilt berlebihan – Merasa gagal total karena satu kesalahan kecil.
- Sulit menetapkan batasan sehat – Takut anak tidak suka jika kita tegas.

Langkah Praktis Membangun Self-Acceptance
1. Kenali Pemicu Emosional
Catat situasi yang membuat Momim&Dadin mudah marah atau kesal. Tanyakan pada diri sendiri: “Apakah reaksi saya sepadan dengan situasinya?”. Bisa dicoba dengan tarik nafas dan hitung mundur di dalam kepala dari 10 ke 1. Ini membantu orangtua berpikir lebih jernih dan mengidentifikasi luka lama yang perlu diproses.
2. Praktikkan Self-Compassion Harian
Self Compassion adalah bersikap mengasihidan penuh dukungan terhadap diri sendiri. Saat membuat kesalahan, coba bicara pada diri sendiri seperti kepada sahabat baik. Ganti “Aku orangtua yang buruk” dengan “Aku sedang belajar, dan ini normal dalam proses parenting.”
3. Terima Kekurangan Diri sebagai Kenyataan
Rumah berantakan, anak tantrum di supermarket, atau lupa bekal sekolah—semua ini bagian normal dari kehidupan keluarga. Perfeksi hanyalah ilusi yang membuat kita lelah.
4. Memberi Ruang Bagi Proses Pemulihan
Apakah melalui journaling, konseling, atau sharing dengan support system—berikan waktu untuk memproses luka masa lalu. Ini bukan kemewahan, tapi kebutuhan untuk keluarga yang sehat.

Menjadi Tempat Paling Aman untuk Anak
Ketika Momim sudah mulai menerima diri dengan penuh kasih, secara otomatis kita menciptakan atmosfer yang sama untuk anak. Mereka merasa aman untuk membuat kesalahan, mengekspresikan emosi, dan tumbuh sesuai dengan pace mereka sendiri.
Ingat, anak tidak butuh orangtua yang sempurna —mereka butuh orangtua yang hadir secara emosional, menerima mereka apa adanya, dan terus belajar bersama. Dan semua itu dimulai dari menerima diri kita sendiri terlebih dahulu.



